Minggu, 13 April 2014

Caleg Gagal, Rakyat Ikut Menderita

 Oleh : Muslimin

Pemilihan Umum (Pemilu) legislatif baru saja berlalu, tepat pada hari rabu, 9 april 2014 rakyat indonesia menentukan pilihannya untuk menjadi wakilnya sebagai anggota legislatif, baik tingkat Pusat, daerah tingkat I dan tingkat II maupun anggota DPD. Dengan penuh harapan masyarakat melakukan pencoblosan di TPS yang telah ditentukan, si...apa saja yang terpilih nantinya benar-benar akan memperjuangkan aspirasi rakyat sebagai orang yang diwakilinya dan juga sebagai orang yang memberikan amanah kepadanya.

Pencoblosan pun telah dilakukan, rakyat telah menentukan pilihannya. Penghitungan suara pun telah dilaksanakan ditingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS). Walau secara resmi Komisi pemilihan Umum (KPU) maupun Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) belum mengumumkan hasil dari pemilihan umum itu sendiri namun para calon anggota legislatif dan tim suksesnya telah mendapat gambaran berapa perolehan suara yang mereka dapatkan dengan melakukan penyusuran di tiap-tiap TPS yang ada didapilnya.

Dari hasil penyusuran ke tiap-tiap TPS yang dilakukan, berbagai macam reaksi dari para calon anggota legislatif melihat hasil yang didapatkannya, ada yang senang karena perolehan suara hampir memastikannya duduk sebagai wakil rakyat, ada yang masih gelisah melihat perolehan suara kerena memiliki peluang namun masih menunggu perolehan suara dari calon anggota legislatif lain, dan ada juga yang terpukul dengan perolehan suara yang didapatkannya karena perolehan suara memastikan dirinya tidak akan mendapat kursi sebagai anggota Legislatif periode 2014-2019.

Dari berbagai rekasi calon anggota legislatif tersebut, menarik untuk diperhatikan adalah reaksi dari para calon anggota legislatif yang dipastikan gagal untuk mendapatkan kursi diparlemen. Beberapa calon anggota legislatif hingga stres melihat hasil pemilihan umum karena mereka telah mengeluarkan uang banyak untuk mendapatkan suara, namun setelah pemilihan umum ternyata suara yang diperoleh tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan. Misalnya Calon Anggota Legislatif dari salah satu partai politik di Cirebon yang bersaing untuk mendapatkan kursi DPRD Cirebon , harus melakukan terapi mental ke pondok pesantren karena setelah melihat hasil dari penghitungan suara di tiap-tiap TPS tidak mencukupi untuk satu kuota kursi anggota DPRD Cirebon. Dengan hasil itu pun sentak membuat si caleg mengalami frustasi berat dan harus dibawa kepada ustads dipondok pesantren untuk mendapatkan terapi mental karena sang caleg telah mengeluarkan biaya sebesar 300 juta rupiah untuk mendapatkan suara.

Lain cerita dari Polewali mandar, Sulawesi Barat. Tingkah calon anggota legislatif ini membuat kelimpungan pengurus salah satu masjid di Polewali Mandar. Pasalnya sang caleg meminta kembali sumbangan yang diberikan kapada masjid ini yang semulanya diperuntukan untuk biaya renovasi masjid. Akibatnya panitia renovasi masjid Al Aqsha di desa Riso, Kecamatan Tapango, Polewali mandar kebingungan untuk mengembalikan padahal sumbangan tersebut sudah dimasukan ke kas masjid dan telah diumumkan kepublik. Pengurus masjid mengaku pihaknya telah menerima sumbangan yang awalnya dikatakan ikhlas sebesar 7,5 juta rupiah, namun setelah pemilu dilaksanakan sumbangan itu kembali diminta disinyalir karena perolehan suara didesa tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Dikota Nabire Papua, puluhan orang memalang satu-satunya jalan raya dikawasan tersebut setelah caleg yang didukungnya kalah suara, tak hanya itu puluhan orang ini dikabarkan juga merusak fasilitas umum seperti pangkalan ojek dan rumah kepala desa dan juga sempat mengancam petugas TPS dan Ketua RT setempat agar perolehan caleg yang didukungan mendapat suara lebih banyak. Akibat dari kejadian itu beberapa orang dibawa kerumah sakit dan beberapa warga masih ketakutan akibat dari kejadian tersebut.

Berbeda dengan yang terjadi di kota Pare-pare sulawesi selatan, salah seorang calon anggota legislatif meminta kembali kompor gas yang dibagikan kepada warga tiga hari sebelum hari pencoblosan. Setelah pemilihan umum dilaksanakan ternyata perolehan suara di wilayah tersebut jeblok dan lantas membuat sang caleg ini marah dan meminta kembali kompor gas yang telah dibagikan kepada warga. salah seorang warga kesal dengan ulah caleg ini dan melempar kan kompor gas pemberian caleg ini pada saat ingin ditarik karena merasa telah dipermalukan.

Masih banyak cerita lain dari caleg gagal yang mengakibatkan masyarakat ikut sengsara, ada yang meminta kembali uang yang telah diberikan kepada warga yang mengakibatkan tim suksesnya sendiri kelabakan untuk mengembalikannya, karena segan meminta kepada warga akhirnya tim sukses ini terpaksa membayar sendiri uang yang telah diberikan. Ada rumah warga yang dibongkar karena suara kurang, ini terjadi karena rumah salah satu warga ini berdiri ditanah salah satu caleg. sang caleg meminta mencari 10 suara namun hanya mendapat 5 suara dan hasil ini membuat caleg marah dan membongkar rumah warga tersebut. dan juga ada uang saksi yang belum dibayarkan kepada saksi yang di order salah satu caleg ditiap-tiap TPS karena sang caleg tidak mempunyai uang, karena takut diprotes saksi akhirnya caleg ini tidak pulang kerumah melainkan tinggal di rumah ketua partainya.

Dari berbagai kisah ini dapat kita simpulkan bahwa kita harus hati-hati terhadap pemberian dari calon anggota legislatif ini, karena jarang sekali bahkan sulit ditemukan bahwa pemberian itu benar-benar ikhlas untuk membantu warga melainkan hanya sekedar untuk mendapatkan suara untuk pemilihan legislatif. Tidak jarang kita temukan Calon anggota legislatif ini meminta kembali pemberiaanya setelah mengetahui perolehan suara disalah satu wilayah itu jeblok atau tidak sesuai harapan.

Ini seharusnya menjadi permasalah utama kita, secara logis saja pada saat calon anggota legislatif yang memiliki kualiatas seperti itu mendapatkan kursi DPR/DPRD, tentu saja dapat kita bayangkan akan terjadi penyelewengan jabatan untuk mengembalikan biaya besar yang dikeluarkan pada saat kampanye tentunya dengan melakukan tindak pidana korupsi salah satunya. Dan akhirnya kita juga sebagai warga negara yang dirugikan ketika hak-hak kita dirampas oleh oknum anggota DPR/DPRD hanya untuk kepentingan pribadi.

Permasalahan ini mesti kita selesaikan bersama, setiap pihak mesti benar-benar bekerja sama untuk mengatasi maslaha ini. Misalnya dari partai politik, jangan menjadikan calon anggota legislatif ini sebagai tumbal untuk mendulang suara dengan membebani biaya yang besar kepada sang caleg. Partai politik seharusnya juga melakukan pelatihan mental terhadap para caleg , jangan hanya sekedar penekanan bagaimana sang caleg ini dapat suara dan akhirnya caleg menempuh cara-cara yang tidak benar untuk mendapatkan suara seperti dengan membeli suara dengan biaya yang tidak sedikit, seharusnya Partai politik juga memberikan pengarahan bahwa ini merupakan jalan untuk memperjuangkan rakyat, jika rakyat memilih tentu rakyat percaya kepada caleg tersebut namun ketika tidak dipilih partai politik harus menekankan bahwa sang caleg belum diberi kesempatan untuk mewakili mereka diparlemen, dan mengatakan masih banyak jalan lain selain dari pada menjadi calon anggota legislatif, dan tidak memaksakan diri untuk menjadi anggota DPR/DPRD dan akhirnya menempuh jalan-jalan praktis demi mendulang suara.

Kita sebagai masyarakat biasa harus sadar betul bahwa politik uang ini tidak benar, karena akan banyak akibat yang akan terjadi dikemudian hari. Jangan sampai kita salah untuk memilih dengan mencoblos calon anggota legislatif yang memiliki pemikiran pragmatis untuk mendapatkan suara. Kita sebagai masyarakat benar-benar jeli melihat sikap dari para caleg, jangan sampai suara kita dibeli dengan berbagai kisaran, haruslah kita tahu bahwa suara kita tidak hanya untuk sesaat melainkan untuk satu periode atau lima tahun. Kita harus benar-benar memilih calon-calon yang berkualitas yang memiliki niat yang lurus untuk maju sebagai anggota DPR/DPRD, karena kepada merekalah nasib kita bergantung sebagai warga negara. Jangan sampai kita salah pilih orang dan akhirnya mereka tidak memperjuangkan asprasi kita melainkan hanya untuk keuntungan pribadi dan kelompoknya saja.

Dalam hal ini, pemerintah memiliki andil yang besar untuk mengatasi masalah seperti ini. kegiatan politik uang ini benar-benar diawasi secara ketat, jangan sampai pemerintah kecolongan dalam hal ini. Undang-Undang pemilu sudah mengatur tentang tata cara kampanye, hanya saja dalam implementasinya tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan, masih saja berkeliaran calon-calon anggota legislatif beserta tim suksesnya untuk melakukan yang namanya politik uang ini. Pemerintah harus benar-benar ingin memberantas ini dengan tidak memberi ruang sedikitpun terhadap tindakan politik uang ini. Badan pengawas pemilu (Bawaslu)/ maupun Panwaslu sebagai lembaga pengawas pemilu harus menjalankan tugasnya dengan baik, karena dalam pemilihan umum kehadiran Bawaslu serta Panwaslu sangat diharapkan dapat mengawasi jalannya pemilihan umum dan menindak oknum-oknum yang melakukan pelanggaran pemilu.

Dalam masalah ini, kerja secara kolektif benar-benar harus dilakukan baik itu masyarakat, pemerintah maupun partai politik itu sendiri. Rasanya sedih sekali ketika rakyat dikorbankan dari calon-calon anggota legislatif maupun yang telah mendapat kursi nantinya menyelewengkan jabatan hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya saja. Jika praktek seperti ini terus dibiarkan maka sampai kapanpun masyarakat akan terus menjadi korban oleh orang-orang yang tidak memiliki kualitas dan hanya mempunyai pemikiran pragmatis semata. Dengan kejadian seperti diatas kita sebagai masyarakat pertanyaannya, Masih maukah untuk disuap ? jawabannya tentu ada dipikiran kita masing-masing, jika kita ingin anggota DPR/DPRD itu benar-benar memperjuangan nasib kita tentu kita tidak akan mau lagi untuk disuap hanya demi mendapatkan suara semata. Kita berharap pemilu yang bersih, cerdas dan mempunyai kualitas dapat terselenggara demi kemajuan dan kesejahteraan rakyat tentunya.

0 komentar:

Posting Komentar