Oleh : Muslimin
Pemilihan Umum (Pemilu)
legislatif baru saja berlalu, tepat pada hari rabu, 9 april 2014 rakyat
indonesia menentukan pilihannya untuk menjadi wakilnya sebagai anggota
legislatif, baik tingkat Pusat, daerah tingkat I dan tingkat II maupun
anggota DPD. Dengan penuh harapan masyarakat melakukan pencoblosan di
TPS yang telah ditentukan, si...apa
saja yang terpilih nantinya benar-benar akan memperjuangkan aspirasi
rakyat sebagai orang yang diwakilinya dan juga sebagai orang yang
memberikan amanah kepadanya.
Pencoblosan pun telah dilakukan,
rakyat telah menentukan pilihannya. Penghitungan suara pun telah
dilaksanakan ditingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS). Walau secara
resmi Komisi pemilihan Umum (KPU) maupun Komisi Pemilihan Umum Daerah
(KPUD) belum mengumumkan hasil dari pemilihan umum itu sendiri namun
para calon anggota legislatif dan tim suksesnya telah mendapat gambaran
berapa perolehan suara yang mereka dapatkan dengan melakukan penyusuran
di tiap-tiap TPS yang ada didapilnya.
Dari hasil penyusuran ke
tiap-tiap TPS yang dilakukan, berbagai macam reaksi dari para calon
anggota legislatif melihat hasil yang didapatkannya, ada yang senang
karena perolehan suara hampir memastikannya duduk sebagai wakil rakyat,
ada yang masih gelisah melihat perolehan suara kerena memiliki peluang
namun masih menunggu perolehan suara dari calon anggota legislatif
lain, dan ada juga yang terpukul dengan perolehan suara yang
didapatkannya karena perolehan suara memastikan dirinya tidak akan
mendapat kursi sebagai anggota Legislatif periode 2014-2019.
Dari berbagai rekasi calon anggota legislatif tersebut, menarik untuk
diperhatikan adalah reaksi dari para calon anggota legislatif yang
dipastikan gagal untuk mendapatkan kursi diparlemen. Beberapa calon
anggota legislatif hingga stres melihat hasil pemilihan umum karena
mereka telah mengeluarkan uang banyak untuk mendapatkan suara, namun
setelah pemilihan umum ternyata suara yang diperoleh tidak sesuai
dengan apa yang dibayangkan. Misalnya Calon Anggota Legislatif dari
salah satu partai politik di Cirebon yang bersaing untuk mendapatkan
kursi DPRD Cirebon , harus melakukan terapi mental ke pondok pesantren
karena setelah melihat hasil dari penghitungan suara di tiap-tiap TPS
tidak mencukupi untuk satu kuota kursi anggota DPRD Cirebon. Dengan
hasil itu pun sentak membuat si caleg mengalami frustasi berat dan
harus dibawa kepada ustads dipondok pesantren untuk mendapatkan terapi
mental karena sang caleg telah mengeluarkan biaya sebesar 300 juta
rupiah untuk mendapatkan suara.
Lain cerita dari Polewali
mandar, Sulawesi Barat. Tingkah calon anggota legislatif ini membuat
kelimpungan pengurus salah satu masjid di Polewali Mandar. Pasalnya
sang caleg meminta kembali sumbangan yang diberikan kapada masjid ini
yang semulanya diperuntukan untuk biaya renovasi masjid. Akibatnya
panitia renovasi masjid Al Aqsha di desa Riso, Kecamatan Tapango,
Polewali mandar kebingungan untuk mengembalikan padahal sumbangan
tersebut sudah dimasukan ke kas masjid dan telah diumumkan kepublik.
Pengurus masjid mengaku pihaknya telah menerima sumbangan yang awalnya
dikatakan ikhlas sebesar 7,5 juta rupiah, namun setelah pemilu
dilaksanakan sumbangan itu kembali diminta disinyalir karena perolehan
suara didesa tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Dikota Nabire Papua, puluhan orang memalang satu-satunya jalan raya
dikawasan tersebut setelah caleg yang didukungnya kalah suara, tak
hanya itu puluhan orang ini dikabarkan juga merusak fasilitas umum
seperti pangkalan ojek dan rumah kepala desa dan juga sempat mengancam
petugas TPS dan Ketua RT setempat agar perolehan caleg yang didukungan
mendapat suara lebih banyak. Akibat dari kejadian itu beberapa orang
dibawa kerumah sakit dan beberapa warga masih ketakutan akibat dari
kejadian tersebut.
Berbeda dengan yang terjadi di kota
Pare-pare sulawesi selatan, salah seorang calon anggota legislatif
meminta kembali kompor gas yang dibagikan kepada warga tiga hari
sebelum hari pencoblosan. Setelah pemilihan umum dilaksanakan ternyata
perolehan suara di wilayah tersebut jeblok dan lantas membuat sang
caleg ini marah dan meminta kembali kompor gas yang telah dibagikan
kepada warga. salah seorang warga kesal dengan ulah caleg ini dan
melempar kan kompor gas pemberian caleg ini pada saat ingin ditarik
karena merasa telah dipermalukan.
Masih banyak cerita lain
dari caleg gagal yang mengakibatkan masyarakat ikut sengsara, ada yang
meminta kembali uang yang telah diberikan kepada warga yang
mengakibatkan tim suksesnya sendiri kelabakan untuk mengembalikannya,
karena segan meminta kepada warga akhirnya tim sukses ini terpaksa
membayar sendiri uang yang telah diberikan. Ada rumah warga yang
dibongkar karena suara kurang, ini terjadi karena rumah salah satu
warga ini berdiri ditanah salah satu caleg. sang caleg meminta mencari
10 suara namun hanya mendapat 5 suara dan hasil ini membuat caleg marah
dan membongkar rumah warga tersebut. dan juga ada uang saksi yang belum
dibayarkan kepada saksi yang di order salah satu caleg ditiap-tiap TPS
karena sang caleg tidak mempunyai uang, karena takut diprotes saksi
akhirnya caleg ini tidak pulang kerumah melainkan tinggal di rumah
ketua partainya.
Dari berbagai kisah ini dapat kita simpulkan
bahwa kita harus hati-hati terhadap pemberian dari calon anggota
legislatif ini, karena jarang sekali bahkan sulit ditemukan bahwa
pemberian itu benar-benar ikhlas untuk membantu warga melainkan hanya
sekedar untuk mendapatkan suara untuk pemilihan legislatif. Tidak
jarang kita temukan Calon anggota legislatif ini meminta kembali
pemberiaanya setelah mengetahui perolehan suara disalah satu wilayah
itu jeblok atau tidak sesuai harapan.
Ini seharusnya menjadi
permasalah utama kita, secara logis saja pada saat calon anggota
legislatif yang memiliki kualiatas seperti itu mendapatkan kursi
DPR/DPRD, tentu saja dapat kita bayangkan akan terjadi penyelewengan
jabatan untuk mengembalikan biaya besar yang dikeluarkan pada saat
kampanye tentunya dengan melakukan tindak pidana korupsi salah satunya.
Dan akhirnya kita juga sebagai warga negara yang dirugikan ketika
hak-hak kita dirampas oleh oknum anggota DPR/DPRD hanya untuk
kepentingan pribadi.
Permasalahan ini mesti kita selesaikan
bersama, setiap pihak mesti benar-benar bekerja sama untuk mengatasi
maslaha ini. Misalnya dari partai politik, jangan menjadikan calon
anggota legislatif ini sebagai tumbal untuk mendulang suara dengan
membebani biaya yang besar kepada sang caleg. Partai politik seharusnya
juga melakukan pelatihan mental terhadap para caleg , jangan hanya
sekedar penekanan bagaimana sang caleg ini dapat suara dan akhirnya
caleg menempuh cara-cara yang tidak benar untuk mendapatkan suara
seperti dengan membeli suara dengan biaya yang tidak sedikit,
seharusnya Partai politik juga memberikan pengarahan bahwa ini
merupakan jalan untuk memperjuangkan rakyat, jika rakyat memilih tentu
rakyat percaya kepada caleg tersebut namun ketika tidak dipilih partai
politik harus menekankan bahwa sang caleg belum diberi kesempatan untuk
mewakili mereka diparlemen, dan mengatakan masih banyak jalan lain
selain dari pada menjadi calon anggota legislatif, dan tidak memaksakan
diri untuk menjadi anggota DPR/DPRD dan akhirnya menempuh jalan-jalan
praktis demi mendulang suara.
Kita sebagai masyarakat biasa
harus sadar betul bahwa politik uang ini tidak benar, karena akan
banyak akibat yang akan terjadi dikemudian hari. Jangan sampai kita
salah untuk memilih dengan mencoblos calon anggota legislatif yang
memiliki pemikiran pragmatis untuk mendapatkan suara. Kita sebagai
masyarakat benar-benar jeli melihat sikap dari para caleg, jangan
sampai suara kita dibeli dengan berbagai kisaran, haruslah kita tahu
bahwa suara kita tidak hanya untuk sesaat melainkan untuk satu periode
atau lima tahun. Kita harus benar-benar memilih calon-calon yang
berkualitas yang memiliki niat yang lurus untuk maju sebagai anggota
DPR/DPRD, karena kepada merekalah nasib kita bergantung sebagai warga
negara. Jangan sampai kita salah pilih orang dan akhirnya mereka tidak
memperjuangkan asprasi kita melainkan hanya untuk keuntungan pribadi
dan kelompoknya saja.
Dalam hal ini, pemerintah memiliki andil
yang besar untuk mengatasi masalah seperti ini. kegiatan politik uang
ini benar-benar diawasi secara ketat, jangan sampai pemerintah
kecolongan dalam hal ini. Undang-Undang pemilu sudah mengatur tentang
tata cara kampanye, hanya saja dalam implementasinya tidak berjalan
sesuai dengan yang diharapkan, masih saja berkeliaran calon-calon
anggota legislatif beserta tim suksesnya untuk melakukan yang namanya
politik uang ini. Pemerintah harus benar-benar ingin memberantas ini
dengan tidak memberi ruang sedikitpun terhadap tindakan politik uang
ini. Badan pengawas pemilu (Bawaslu)/ maupun Panwaslu sebagai lembaga
pengawas pemilu harus menjalankan tugasnya dengan baik, karena dalam
pemilihan umum kehadiran Bawaslu serta Panwaslu sangat diharapkan dapat
mengawasi jalannya pemilihan umum dan menindak oknum-oknum yang
melakukan pelanggaran pemilu.
Dalam masalah ini, kerja secara
kolektif benar-benar harus dilakukan baik itu masyarakat, pemerintah
maupun partai politik itu sendiri. Rasanya sedih sekali ketika rakyat
dikorbankan dari calon-calon anggota legislatif maupun yang telah
mendapat kursi nantinya menyelewengkan jabatan hanya untuk kepentingan
pribadi dan kelompoknya saja. Jika praktek seperti ini terus dibiarkan
maka sampai kapanpun masyarakat akan terus menjadi korban oleh
orang-orang yang tidak memiliki kualitas dan hanya mempunyai pemikiran
pragmatis semata. Dengan kejadian seperti diatas kita sebagai
masyarakat pertanyaannya, Masih maukah untuk disuap ? jawabannya tentu
ada dipikiran kita masing-masing, jika kita ingin anggota DPR/DPRD itu
benar-benar memperjuangan nasib kita tentu kita tidak akan mau lagi
untuk disuap hanya demi mendapatkan suara semata. Kita berharap pemilu
yang bersih, cerdas dan mempunyai kualitas dapat terselenggara demi
kemajuan dan kesejahteraan rakyat tentunya.
Minggu, 13 April 2014
Caleg Gagal, Rakyat Ikut Menderita
08.43
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar