Oleh :
Muslimin
Lahirnya
bangsa Indonesia ini tidak terlepas dari keberadaan generasi emas Minangkabau
pada saat itu, dimana dalam perjuangan perebutan kemerdekaan Indonesia dari
tangan bangsa penjajah sangat kental dengan keberadaan tokoh yang berasal dari
Minangkabau. Sebut saja, Mohammad Hatta, H. Agus Salim, M. Yamin, Sutan
Sjahril, Tan Malaka, Rohana Kudus, Abdul Muis, Chairil Anwar dan masih banyak
tokoh minangkabau lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu ikut serta
dalam membebaskan rakyat Indonesia dari cengkraman para penjajah pada masa
lalu, bahkan tokoh-tokoh yang berasal dari Minangkabau tidak hanya
memperlihatkan kehebatannya dalam tataran Indonesia saja akan tetapi banyak yang
menjadi tokoh besar dalam tataran Internasional. Seperti, Presiden pertama Singapura
Yusof bin Ishak yang merupakan orang Minangkabau dan tokoh yang lainnya.
Dalam
sejarah, Minangkabau memang telah melahirkan banyak tokoh yang luar biasa.
Orang Minangkabau atau juga dikenal dengan istilah orang Minang ataupun “urang awak” yang luar biasa tersebut
lahir tidak lepas dari kebudayaan Minang itu sendiri. Di Minangkabau ada yang
dikenal dengan istilah “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” (Adat bersendikan
hukum, hukum bersendikan Al Qur’an). Dalam perkembangan kebudayaan Minangkabau
tidak lepas dari masuknya Islam ke minangkabau itu sendiri, Kebudayaan Minangkabau
bersatu dengan agama islam sehingga menghasilkan tatanan sosial yang kokoh untuk
menghadapi setiap perkembangan zaman.
Jika
kita melihat tokoh-tokoh dari Minangkabau memang tokoh yang kental dengan
kebudayaan dan kuat dari segi imannya. Misalnya, H. Agus Salim yang merupakan
tokoh agama sekaligus tokoh perjuangan untuk merebut kemerdekaan Indonesia.
Beliau tidak pernah meninggalkan yang namanya kebudayaan Minang yang telah
bersatu dengan agama islam. Budaya Minang yang dikenal dengan tradisi “petatah-petitih”
yang tidak hanya mempunyai nilai seni retorika semata namun juga latihan
berpikir dan pengakumulasian pengetahuan yang unik, sehingga melahirkan Sosok
H. Agus Salim yang dikenal sebagai diplomat ulung yang piawai mengolah
kata-kata dan bahkan H. Agus Salim dikenal dengan “Bapak Diplomasi Indonesia”.
Selanjutnya,
Tokoh lain yang tidak kalah luar biasa adalah Mohammad Hatta yang merupakan
Proklamator kemerdekaan Indonesia, seorang tokoh yang tekun terhadap agama yang
namanya tidak akan pernah terlupakan selama bangsa ini ada, juga dengan Tan
malaka seorang yang memiliki paham komunis yang juga memiliki iman yang kuat.
Tan malaka pernah mengatakan ”jika aku terhadap rakyatku, aku adalah komunis
sejati. Dan jika hubungan aku dengan Tuhanku aku adalah Muslim sejati.” dan
begitu juga dengan tokoh-tokoh Minangkabau lainnya. Jika kita mendalami kiprah
satu-persatu tokoh yang berasal dari Minangkabau maka tidak akan ada habisnya
karena begitu banyaknya tokoh-tokoh Minangkabau yang mempunyai kiprah yang luar
biasa baik di Indonesia maupun di Luar Negeri.
Seiring
perkembangan zaman, tokoh-tokoh dari Minangkabau mulai hilang bak ditelan bumi.
Sulit sekali kita menemukan sosok generasi sekarang yang memiliki sifat dan
perilaku yang sama dengan tokoh yang luar biasa pada masa lampau, yang mana
pada masa dulu dengan kehadiran tokoh itu, Minangkabau menjadi sangat
diperhitungkan di Indonesia dan luar negeri. Sekarang tokoh yang dalam akan
kebudayaan dan teguh terhadap agama sudah tidak terlihat lagi. Tokoh yang bisa
untuk menjadi tauladan sekarang sudah mulai memudar tidak seperti tokoh Minang
dimasa lampau yang tidak memperdulikan nasibnya asalkan dapat merperjuangkan
rakyat, tidak masalah mereka menderita seperti H. Agus Salim yang memilih hidup
melarat dari pada hidup mewah namun mengabdi kepada bangsa penjajah, begitu
juga dengan Mohammad Hatta yang masuk penjara dibelanda demi memperjuangkan
rakyat dan sering dibuang oleh bangsa penjajah pada masa itu, dan yang lebih
tragis lagi adalah perjuangan dari Tan malaka yang harus mengakhiri hidupnya di
ujung senjata rakyat yang Ia perjuangkan sendiri.
Pertanyaannya,
kenapa hal ini bisa terjadi ? Seiring perkembangan zaman ternyata nilai
kebudayaan yang ada pada setiap diri orang Minang yang telah mulai memudar dan
ditambah dengan telah mulai melemahnya iman oleh pengaruh yang disebut dengan
moderenisasi telah berdampak yang sangat besar terhadap masyarakat Minang itu
sendiri. Ketika arus modernisasi itu hadir dan saat itu pula budaya dan agama
sudah mulai ditinggalkan menjadi penyebab utama dari melemahnya generasi Minangkabau
itu sendiri.
Pada
zaman dulu ada yang dikenal dengan sebutan “tingga disurau”, yang mana surau
ini merupakan tempat dimana pemuda minang dulu untuk menempa segala ilmu. Kita
lihat, H. Agus Salim, Mohammad Hatta, Tan Malaka, Buya Hamka dan yang lainnya
merupakan tokoh besar yang lahir dari yang dinamakan surau tersebut. Disurau
mereka belajar ilmu agama, ilmu beladiri, ilmu sosial dan ilmu-ilmu lainnya
sehingga mereka menjadi sosok yang memiliki budaya sosial dan agama yang dalam.
Namun jika kita lihat sekarang, surau-surau sudah mulai ditinggalkan karena
arus modernisasi yang menumbuhkan stigma bahwa “tingga disurau” merupakan
kegiatan yang ketinggalan zaman dan akibatnya budaya dan agama itu sudah mulai
memudar.
Dalam
tradisi Minangkabau ada yang dikenal dengan istilah marantau. Marantau pada
zaman dulu merupakan suatu tradisi yang bukan hanya untuk mengadu nasib namun
lebih kepada untuk mencari ilmu dan pengalaman dinegeri orang. Pada zaman
dahulu orang pergi merantau hanya membawa pakaian seadanya, sehingga mereka
tumbuh menjadi orang-orang besar dengan segudang ilmu dan pengalaman karena
pada dasarnya mereka memang untuk mencari ilmu dan pengalaman bukan untuk
memperbaiki nasib. Setelah mereka merasa sudah mempunyai ilmu dan pengalaman,
mereka kembali kekampung halaman untuk memperbaiki kampung asalnya. Ini yang
saat ini sulit ditemukan, orang-orang Minang yang besar diperantauan sulit
untuk kembali kekampung untuk memperbaiki kampungnya dan lebih senang untuk
tetap diperantuan.
Apalagi
nilai-nilai budaya dalam daerah Minang itu sendiri sudah memudar dapat dilihat
dengan peran dan fungsi yang seharusnya tersemat pada setiap diri masyarakat Minang.
Perempuan di Minang dulu mempunyai kedudukan istimewa sehingga dijuluki “Bundo Kanduang” yang memainkan peranan
dalam pelaksanaan keputusan-keputusan yang dibuat oleh kamu laki-laki atau “mamak” sehingga perempuan diminang
disimbolkan sebagai “Limpapeh Rumah Nan
Gadang” yaitu sebagai pilar utama rumah dalam arti mempunyai andil yang
besar dalam budaya Minangkabau. Begitu juga dengan peran laki-laki, “mamak” pada zaman dulu mempunyai peran
dengai istilah “anak dipangku, kamanakan dibimbiang” yaitu
dalam kehidupan peran laki-laki tidak hanya mengurusi anak tapi juga
bertanggung jawab atas anak kemenakan, mengarahkan dan mengawasi dari setiap
perilaku anak dan juga kemanakan. Dalam tradisi Minang juga ada dikenal dengan “tigo tungku sajarangan” yaitu
Ninik-mamak, Alim ulama, dan Cadiak pandai dimana tiga pilar yang membangun dan
menjaga keutuhan budaya serta adat istiadat. Ketiganya saling melengkapi dan
bahu membahu dalam posisi yang sama tingginya untuk memutuskan semua urusan
masyarakat yang dimusyawarahkan untuk menemui jalan sepakat
Sudah
selayaknya kita kembali mananamkan nilai budaya kita sendiri dan memperdalam
ilmu agama, karena kita melihat tauladan dari orang minangkabau yang telah
memperlihatkan kiprahnya memang orang-orang yang kental dengan kebudayaan
minangkabau dan kuat akan iman terhadap Tuhan yang maha kuasa. Jangan pernah
malu terhadap budaya kita sendiri, mempelajari dan mandalami budaya Minangkabau
bagi kita masyarakat minang memang harus tetap dipertahankan. Istilah “babaliak kasurau” bukan hanya untuk
meramaikan masjid saja tapi terlebih kepada fungsi surau pada zaman dulu yaitu
sebagai tempat menempa segala ilmu bagi masyarakat Minangkabau. Karena sejarah
mencatat orang-orang Minangkabau memang dikenal dengan kecerdasan dan kedalaman
agamanya dan itu tidak terlepas dari budaya kita yang “Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”. Jangan sampai Minangkabau
ini terkenal karena tokoh-tokoh terdahulu saja namun kita harus melahirkan
tokoh-tokoh baru yang dapat menjadi tauladan seperti tokoh Minang sebelumnya.
0 komentar:
Posting Komentar