Minggu, 19 April 2015

HARI RAYA KORUPTOR

Oleh : Muslimin
(Wakil Presiden NM FISIP UNAND)



    Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 99 Tahun 2012 dikatankan bahwa “Setiap Narapidana dan Anak Pidana berhak mendapatkan Remisi.” Namun untuk Pemberian Remisi bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, dilakukan kekhususan remisi terhadap tindak pidana tersebut. 
       Ketika Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly, mengeluarkan wacana kebijakan yang kontroversial, dengan pernyataan semua narapidana tidak bisa didiskriminasi melalui PP Nomor 99 tersebut. Sebab semua narapidana dinilainya berhak mendapatkan remisi atau pembebasan bersyarat, tak terkecuali koruptor. Dengan artian Menkumham ini ingin merevisi kembali PP No. 99 Tahun 2012 ini.
     Pernyataan Menkumham tersebut beserta dengan wacana untuk merevisi PP No. 99 Tahun 2012, dengan memberikan hak yang sama kepada terpidana koruptor dalam hal remisi ini merupakan sebuah tindakan yang disesalkan. Jika Menkumham mengatakan para terpidana korupsi ini tidak boleh didiskriminasi oleh PP No. 99 Tahun 2012 ini, sepertinya Menkumham Yasonna H. Laoly ini terlupa, bahwa tindak pidana korupsi termasuk kedalam kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime) yang harus ditangani dan diberi hukuman yang berbeda pula.
    Jika itu tetap dilakukan pemerintah, maka ini menjadi sebuah kemunduran bagi upaya pemberantasan korupsi. Sebab bisa saja, tidak timbul efek jera bagi para koruptor dengan pemberian remisi. Protes publik dan rentannya praktik mafia hukum dalam pemberian remisi ini, mestinya mampu membuat Menteri Hukum dan HAM menahan diri untuk tidak memberikan remisi untuk koruptor. Jika tidak, maka sulit rasanya untuk menyatakan bahwa pemerintah serius mendukung upaya pemberantasan korupsi. Komitmen politik pemerintah akan dipertanyakan. Fakta pemberian remisi untuk koruptor memberi penjelasan kepada rakyat bahwa perang melawan korupsi tidak didukung oleh kemauan politik yang kuat dan sungguh-sungguh. Kemauan politik yang ambivalen itu, membuat sistem hukum kita pun menjadi sangat kompromistis terhadap koruptor. Sudah mendapat hukum ringan, para koruptor pun diberi hak mendapatkan diskon hukuman bernama remisi itu.

      Dengan kebijakan seperti ini akan memunculkan tanda tanya besar bagi masyarakat setelah sebagian besar masyarakat kecewa dengan beberapa peristiwa yang terjadi belakangan ini, seperti upaya “pelemahan” KPK dan diterimanya Praperadilan Budi Gunawan serta diserahkannya penyidikan kasus Budi Gunawan kepada Kejaksaan Agung merupakan langkah yang dirasakan masyarakat merupakan sebuah pengkhianatan terhadap komitmen dalam pemberantasan korupsi.

       Ketidak percayaan masyarakat akan semakin meningkat terhadap pemerintahan Jokowi-JK. Keseriusan Pemerintah dalam mengatasi permasalahan korupsi dinegeri ini akan ternoda oleh sikap-sikap pemerintah yang terlihat bertolak belakang dengan komitmen tersebut. Jika hal ini terus terjadi, akan terjadi berbagai gejolak-gejolak ditengah masyarakat yang dapat menggoyangkan pemerintahan Jokowi-JK itu sendiri. Sebagai mana yang diketahui, pemerintahan Jokowi-JK itu berdiri tidak terlepas dari kekuatan-kekuatan yang mengalir dari golongan-golongan bawah dalam artian elemen-elemen masyarakat yang ada. Jika satu persatu mengatakan kekecewan dan menarik dukungan tentu akan membuat kekuatan Pemerintahan Jokowi-JK akan goyang.

    Sebelum hal itu terjadi, pemerintah harus kembali berbenah dalam menghadapi realita yang terjadi dinegeri ini. Jangan terlalu sering melemparkan wacana-wacana kontroversi yang dapat mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat itu sendiri. Seharusnya Pemerintah dapat belajar dari tindakannya sendiri dalam penanganan kasus narkoba yang mengeksekusi mati para gerbong-gerbong narkoba, yang mana tindakan tersebut mendapat dukungan yang besar dari pelbagai lapisan masyarakat.

            Sebagai salah satu tindak kejahatan yang luar biasa, korupsi haruslah mendapat perlakuan yang sama hal nya dengan penanganan tindak pidana narkoba. Dimana komitmen yang kuat disertai dengan tindakan yang tegas untuk mengatasi persoalan yang tegas untuk mengatasi persoalan korupsi dinegeri ini. Pemberian remisi merupakan sesuatu tindakan yang mencerminkan dari kemuduran pemberantasan tindak pidana korupsi, yang akan diuntungkan disini adalah para terpidana korupsi dan juga orang-orang yang hari ini sedang melakukan tindakan korupsi namun belum tersentuh oleh lambaga penegak hukum.

            Sebelum para koruptor mendapatkan “Hari Raya” nya dan sebelum masyarakat bertambah kekecawaannya, pemerintah harus mematahakan opini-opini masyarakat yang mengatakan pemerintah tidak serius dalam menangani tindak pidana korupsi. Dari pada memberikan peluang untuk para koruptor lebih baik pemerintah menambah berat hukuman setiap orang yang terlibat dalam tindak pidana korupsi ini, dan itu akan kembali meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang sempat menurun akibat pelbagai peristiwa yang terjadi belakangan ini.

0 komentar:

Posting Komentar