Jumat, 24 Oktober 2014

Panas Dingin Suhu Politik

Indonesia telah memasuki babak baru dalam mengarungi kehidupan politik, tepat pada tanggal 20 Oktober 2014 Presiden dan wakil Presiden baru Joko Widodo dan H. M. Jusuf Kalla telah dilantik menggatikan estafet perjuangan presiden dan wakil presiden sebelumnya Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono yang telah bekerja selama satu periode, khusus untuk Susilo Bambang Yudhoyono ini merupakan akhir dari sepuluh tahun atau dua periode dalam memimpin Indonesia sejak menjadi Presiden dari tahun 2004. Selama itu juga SBY menghadapi Pasang-Surut pertumbuhan baik dari aspek Ekonomi, Politik, Sosial serta Budaya.
            Sekarang Tonggak estafet perjuangan telah berpindah tangan kepada Presiden dan Wakil Presiden Baru yang akan memimpin Indonesia untuk lima tahun kedepan. Setelah melewati pertarungan yang sangat menguras perhatian masyrakat baik domestik maupun Internasional dalam mengikuti perkembangan dari kejadian-kejadian selama Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden berlangsung. Dengan naik-turunnya suhu politik membuat pemilihan presiden dan wakil presiden ini terasa melelahkan hingga hari ini pun suasana panas dingin itu pun masih terasa.
            Panas-Dinginnya Suhu politik memiliki dampak terhadap persepsi yang berkembang ditengah-tengah masyarakat setelah pertarungan Pilpres dilanjutkan dengan dinamika yang terjadi didalam Parlemen dalam beberapa hari belakangan membuat masyarakat melihat ini hanya sebatas pertarungan Kekuasaan. Beberapa Proses yang dijalani memperlihatkan bagaimana mereka tidak bisa melepaskan egoismenya dalam memperjuangkan dan memutuskan suatu permasalahan, dengan dua koalisi yang dibangun secara tidak sadar juga menciptkan suasana yang sama ditengah-tengah masyarakat dimana masyarakat memisah menjadi dua kutub yang seakan tidak bisa disatukan karena saling bela dengan menganggap Koalisi tertentu lah yang paling benar.
            Sadar akan hal itu, Joko Widodo yang waktu itu masih menjadi presiden terpilih mencoba untuk melakukan safari politiknya kebeberapa pimpinan partai yang termasuk kedalam koalisi yang bersebrangan dengan partai pendukungnya, agar dengan cara itu dapat menurunkan suhu politik yang pada saat itu pada puncaknya setelah pertarungan yang terjadi diparlemen. Sesaat setelah apa yang di lakukan Joko Widodo dan dengan sikap terbukanya pimpinan partai yang beliau datangi membuat suasana politik sedikit menurun, ditambah dengan pernyataan ketua umum partai Golkar Aburizal Bakrie yang mengatakan koalisi yang dibangun bukanlah untuk saling jegal melainkan sebagai penyeimbang dalam menjalani roda pemerintah dalam lima tahun kedepan dengan menjalani prinsip Chek and Balance antara dua lembaga ini menciptakan sedikit keyakinan didalam pikiran masyrakat bahwa kedua lembaga ini memang untuk membangun dan mendahulukan kepentingan masyarakat Indonesia.
            Namun sesaat setelah safari politik yang dilakukan presiden terpilih Joko Widodo, keluar pernyataan dari salah satu wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat sekaligus wakil ketua umum partai Gerindra yaitu Fadli Zon yang mengatakan bahwa tidak ada suasana politik yang perlu dicairkan dengan anggapan bahwa memang Gerindra dan Koalisi Merah Putih (KMP) tidak merasa ada ketegangan politik. Jika diamati pernyataan yang demikian, Fadli Zon tidak mengamati perkembangan yang terjadi ditengah masyarakat bahwa pada saat ini masyarakat telah terbelah menjadi dua kutub yang bersebrangan dan terlibat saling debat tentang persoalan politik. Dengan argumen seperti ini, Fadli zon menginginkan bahwa suasana politik yang terjadi hari ini biarkanlah seperti ini dan pada akhirnya suasana politik kembali memanas setelah sempat mendingin ketika safari politik yang dilakukan oleh Joko Widodo.
            Namun suatu sikap yang sangat dewasa terjadi kala Prabowo Subianto yang sebagai rival Joko Widodo dalam memperebutkan kursi kepresidenan hadir pada saat prosesi perlantikan Presiden dan wakil presiden baru yang berlangsung dalam gedung MPR pada tanggal 20 Oktober kemarin. Sikap seperti ini merupakan langkah baik dengan memperlihatkan kepada masyarakat bahwa jangan lagi ada perdebatan yang tidak seharusnya terjadi. Suasana semakin haru ketika Prabowo berdiri dan memberikan hormat disaat Presiden Joko Widodo menyebutkan namanya dan memberikan penghormatan, sikap yang beliau perlihatkan merupakan sikap seorang negarawan yang mana kekalahan dalam pemilihan presiden kemarin bukanlah akhir dari perjuangan membangun bangsa ini. Setelah itu langkah Prabowo untuk menemui wakil presiden Jusuf Kalla sebagai langkah penting dalam membangun komunikasi politik saat ini. Dengan sikap yang prabowo perlihatkan membuat suhu politik kembali menurun setelah sempat kembali panas akibat dari pernyataan Fadli zon tentang tidak adanya suasana yang perlu dicairkan. Ada keyakinan di tengah masyarakat bahwa akan terciptanya konsolidasi politik dari dua kubu yang selama ini saliang bertentangan yang dengan gamblang memperlihatkan egoismenya dalam memperebutkan kekuasaan.
            Saat ini asumsi kembali menerawang dengan belum umumkannya daftar menteri yang akan mengisi kabinet Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam lima tahun kedepan karena adanya daftar calon menteri yang memiliki rapor merah dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan PPATK. Asumsi pertama yang berkembang adalah langkah ini merupakan langkah yang memperlihatkan Presiden Joko Widodo lambat dalam menjalani pemerintahannya dan tidak mampu menggunakan hak prerogatif yang diberikan kepada Presiden dalam menyusun kabinetnya. Namun dilain sisi juga ada yang beranggapan bahwa langkah ini adalah langkah baik yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dalam pemerintahanya dimana tidak gegabah dalam menetapkan orang-orang untuk mengisi posisi menteri dan sebuah kementerian, agar nanti memang akan didapatkan orang yang tepat dan memiliki latar jejak yang bersih untuk menjadi seorang Menteri.
            Dibalik semua itu, Panas-Dinginnya suasana politik yang terjadi hari ini benar-benar disikapi dengan cerdas oleh masyrakat hingga nanti tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan dapat menghindari konflik-konflik ditengah masyarakat baik itu fisik maupun secara Pemikiran yang semua itu hanya karena terbawa suasana yang tercipta oleh para elite-elite politik. Kedewasaan masyarakat sangat diperlukan agar nanti tidak terlalu mudah terpancing amarah dalam mengambil kesimpulan yang sedang terjadi pada ranah politik, kehati-hatian dalam berucap dan berasumsi sangat dibutuhkan agar nantinya tidak ada suatu pihak yang tersinggung apalagi kebenarannya belum jelas dan lebih kepada egoisme-egoisme pihak-pihak tertentu.
            Para elite-elite politik harus bisa mengamati perkembangan yang terjadi ditengah masyarakat, jangan sampai ada anggapan yang mengatakan tidak terjadi apa-apa sedangkan ditataran paling bawah sedang terjadi perpecahan akibat suasana politik yang mereka ciptakan. Menempatkan egoisme dibawah perjuangan kepentingan Masyarakat adalah langkah yang perlu mereka tempuh agar masyarakat memiliki keyakinan bahwa para elite-elite politik ini memang akan memperjuangkan apa yang mereka inginkan tidak sekedar memperjuangkan kepentingan golongan dan pribadinya saja. Kerja secara Kolektif harus menjadi landasan mereka dalam membangun negara ini agar apa yang menjadi harapan dan cita-cita bangsa ini dapat terwujudkan.
            Sekarang Rezim telah berganti, suatu era baru dibawah Presiden dan Wakil Presiden baru. Sudah saatnya memikirkan bangsa dan negara dengan baik, dimana persoalan yang sedang dihadapi masyarakat masih sangat kompleks yang harus menjadi suatu perhatian utama baik lembaga Eksekutif maupun lembaga Legislatif untuk mereka carikan jalan keluarnya. Lepaskan kepentingan golongan, sekarang yang harus ada hanyalah kepentingan masyarakat yang berjuang menghadapi dinginnya hujan karena tidak memiliki tempat tinggal, sakitnya perut karena kelaparan, gelapnya malam karena tidak dialiri listrik, keringnya sawah karena tidak punya irigasi, susahnya hidup karena kemiskinan, cengkraman bodoh karena rendah dan minimnya tingkat pendidikan dan masih banyak lagi permasalahan yang seharusnya mereka carikan jalan keluarnya, bukan siapa saja yang jadi pimpinan DPR, siapa yang jadi pimpinan MPR dan juga bukan siapa yang menjalakan proyek-proyek yang tidak lebih sekedar untuk golongan tertentu. Mari bersiap, mari berbenah untuk menghadapi zaman yang akan semakin sulit untuk Indonesia yang lebih baik.

0 komentar:

Posting Komentar