Dewasa ini,
dinamika kehidupan semakin keras. Perubahan dari masa ke masa menuntut
seseorang lebih keras lagi untuk berpikir agar dapat bertahan dalam menjalani
kehidupan. Dengan kondisi seperti ini, setiap individu dituntut untuk terus
mengasah ilmu pengetahuannya agar tidak terkesan usang dalam menghadapi
perkembangan zaman. Ilmu pengetahuan ialah pengertian yang dipunyai oleh
manusia secara benar tentang dunia sekitarnya dan dirinya sendiri. Hubungan
yang benar antara manusia dan alam sekelilingnya ialah hubungan dan pengarahan.
Dunia
pendidikan merupakan candradimuka ilmu bagi seseorang yang ingin terus mengasah
ilmunya baik itu untuk kebaikan pribadi maupun untuk orang disekitarnya.
Pendidikan merupakan wahana bagi pengembangan manusia. Pendidikan menjadi media
bagi pemuliaan kemanusiaan manusia yang tercermin di dalam Harkat dan Martabat
Manusia (HMM) dengan hakikat manusia. Harkat dan martabat manusia merupakan
pembeda manusia sebagai makhluk berpikir dengan makhluk lainya diseluruh alam
semesta.
Pendidikan
menjadi alat bagi manusia untuk keluar dari keterbelakangan, kemiskinan dan
ketertindasan. Terlebih lagi dalam era globalisasi seperti ini, pendidikan
adalah nilai jual utama seseorang untuk dapat bersaing dengan yang lainnya,
orang-orang yang kurang memiliki pendidikan diyakini akan mengalami
keterlebelakangan dan ketertinggalan. Sebagai mana ungkapan Tan Malaka dalam
konsep pendidikan
kerakayatannya yang menganggap pendidikan merupakan senjata sekaligus modal
bagi rakyat untuk merebut kekuasaan dari tangan pemilik modal. Pendidikan
kerakyatan akan menumbuhkan kesadaran kelas dari anak-anak jelata bahwa
bangsanya sedang dijajah. Tan malaka melihat bahwa dalam proses belajarlah
seorang individu dianggap sama rata dan memiliki kemampuan yang sama
tanpa adanya pembedaan secara feodal. Oleh karena itu Tan Malaka sangat
menekankan pentingnya proses pendidikan bagi masyarakat Indonesia. Karena
dengan hal itu rakyat bisa berpikir rasional dan membebaskan dirinya sendiri
dari keterbelakangannya.
Atas dasar itu,
sebagai sebuah negara perlu adanya kerja secara kolektif untuk memajukan dunia
pendidikan di Indonesia agar dapat terlepas dari cangkraman kemiskinan,
kebodohan dan ketertinggalan sehingga mampu bersaing dengan bangsa-bangsa
lainnya di dunia yang sudah sangat bersaing dalam mengembangkan dunia
pendidikan dan ilmu pengetahuan. Racikan-racikan konsep yang matang dalam dunia
pendidikan Indonesia menjadi sebuah keseharusan yang perlu dirancang oleh
pemerintah Indonesia agar apa yang menjadi cita-cita bangsa yang tertuang dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 perihal mencerdaskan kehidupan bangsa dapat
diwujudkan.
Perubahan kurikulum
Dalam dua periode
atau sepuluh tahun kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden
Indonesia ada tiga bentuk kurikulum yang berlaku, yaitu pada tahun 2004
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), tahun 2006 Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan terakhir pada tahun 2013. Di awal era pemerintahan baru
Jokowi-JK juga menghadirkan sebuah
gebrakan baru dalam menangani persoalan pendidikan di Indonesia, yaitu dengan
merubah kembali kurikulum yang berlaku sejak tahun 2013 kembali kepada
kurikulum tahun 2006.
Menteri Kebudayaan,
Pendidikan Dasar dan Menengah, Anies Baswedan menjelaskan alasan mengapa
kurikulum 2013 dihentikan dan dikembalikan kepada kurikulum yang berlaku pada
tahun 2006 dikarenakan kurikulum tahun 2013 dirasa membebani guru dan murid
karena belum berjalannya evaluasi kurikulum 2013. Anies Baswedan mengatakan
bahwa sebelum diterapkan di setiap sekolah yang ada di Indonsia perlunya
dilakukan evaluasi terlebih terkait dengan konsistensi ide dan desain,
konsistensi desain dengan materi ajar serta dampaknya yang belum terlihat.
Menurutnya, kurikulum merupakan kesatuan produk yang selalu disiapkan secara
matang sebelum diterapkan disetiap sekolah-sekolah.
Perubahan-perubahan kurikulum ini
menyita perhatian khusus bagi dunia pendidikan. Sebenarnya kurikulum tahun 2006
itu sendiri juga terdapat rasa keraguan didalamnya dikarenakan lahir juga
secara premature bahkan ada olokan dari kata KTSP itu sendiri yang dikeluarkan
oleh orang-orang yang pesimistis terhadap kurikulum ini yaitu Kurikulum Tidak
Siap Pakai. Yang menjadi persoalanya ketika itu adalah seberapa banyak guru
yang kreatif dan siap dalam spirit perubahan zaman yang disyaratkan dalam KTSP
dan kesan tergesa-gesa seperti itu juga terjadi pada kurikulum 2013.
Perubahan
kurikulum 2013 ke 2006 ini diharapkan benar-benar sebagai solusi efektif dalam
menghadapi persoalan didunia pendidikan kita saat ini. Jangan sampai ini hanya
sebagai alat untuk mencari eksistensi pemerintahan semata dengan cara melakukan
perubahan terhadap kurikulum sehingga pemerintah dianggap memiliki perhatian di
dunia pendidikan. Karena kita harus sadar bahwa pendidikan yang baik merupakan
investasi yang tidak ternilai untuk kemajuan bangsa, maka untuk menstandarkan
materi-materi pendidikan yang diberikan dalam sekolah mempunyai kurikulum yang
harus disusun oleh pemerintah sebagai pedoman sistematis yang wajib
dilaksanakan bagi institusi-institusi pendidikan Indonesia dalam materi
pelajaran. Dengan begitu penyusunan kurikulum yang tepat sangatlah krusial
untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Dengan
perubahan kurikulum kembali ke kurikulum tahun 2006 harus disertai
perbaikan-perbaikan yang dirasa perlu dilakukan mengingat perubahan sebelumnya
ketahun 2013 tentu ada alasan tertentu dari pemerintah sebelumnya namun karena
pelaksanaan yang tergesa-gesa tanpa dilakukan evaluasi terlebih dahulu harus dihentikan. Dengan adanya kurikulum
yang matang diharapkan dunia pendidikan akan lebih baik dan menghadirkan
manusia-manusia yang intelektual yang dapat membangun Indonesia kedepannya.
Dengan dunia pendidikan yang maju diharapkan harkat dan martabat bangsa akan
terangkat menjadi lebih baik, karena kita juga harus menyadari bahwa bangsa
yang besar dan bangsa yang maju adalah bangsa-bangsa yang juga maju di dunia
pendidikan.
Pendidikan karakter mengatasi disintegrasi moral
Persoalan dunia
pendidikan tidak hanya terletak dari matang atau tidak matangnya kurikulum yang
diterapkan namun juga terletak kepada perilaku murid yang dihasilkan oleh
pendidikan yang mereka terima. Aspek perilaku merupakan aspek yang sangat
penting untuk diperhatikan mengingat zaman yang semakin bebas dan tidak adanya
ruang pembatas menjadi sebuah kekhawatiran terhadap perkembangan perilaku
pelajar dalam menjalani kehidupan sosial kemasyarakatan.
Dewasa ini
dapat kita lihat bahwa banyaknya para pelajar yang melakukan tindakan yang
tidak lagi berada dalam koridornya sebagai seorang kaum terpelajar. Beberapa
kasus itu diantaranya pem-bully-an yang terjadi pada siswa SD di salah
satu kota di Sumatera Barat, dan juga ada kasus siswa yang tertangkap sedang
melakukan tindakan asusila serta tawuran antar siswa yang terjadi diberbagai
daerah, tidak masuk sekolah pada saat jam pelajaran dan berbagai persoalan
lainnya yang sebenarnya menyangkut karakter dan perilaku pelajar tersebut.
Menghadirkan
pendidikan karakter dalam dunia pendidikan Indonesia menjadi suatu keseharusan
mengingat banyaknya terjadi tindakan-tindakan yang memperlihatkan terjadinya
disintegrasi moral dikalangan pelajar. Pendidikan yang diberikan terhadap siswa
disekolah tidak hanya menyangkut tentang pengetahuan umum semata, tapi juga
tentang pola sikap dan perilaku mereka sebagai siswa. Mengarahkan pola pikir
dan perilaku untuk hidup dan bekerja sama baik dalam lingkungan keluarga,
masyarakat, bangsa maupun negara.
Dalam
pendidikan karakter haruslah memiliki sebuah metode yang dapat mencapai tujuan
dari pendidikan itu sendiri. Diantara beberapa metode yang bisa mendapat
perhatian adalah metode keteladanan, metode kebiasaan dan metode hukuman.
Sebagai mana metode keteladanan merupakan sebuah metode yang memperlihatkan
contoh yang baik kepada siswa, baik dari guru kesiswa maupun antar siswa. Metode
kebiasaan merupakan pembiasaan kegiatan-kegiatan yang baik secara berkelanjutan
kepada siswa agar nilai-nilai yang baik dapat tertanam dalam perilaku siswa
tersebut. Sedangkan metode hukuman adalah sanksi yang harus diterima ketika
melakukan kesalahan. Metode hukuman ini sebenarnya mendapat kontroversi apakah
masih sesuai dengan zaman sekarang atau tidak. Namun harus dipahami bahwa
pemberian hukuman terhadap siswa sebenarnya baik dikarenakan siswa dapat
mengetahui kesalahan-kesalahan apa yang tidak boleh dilakukan terlebih
menyangkut aspek moral dan perilaku. Ketika siswa dibiarkan saja apabila
melakukan kesalahan maka kesalahan itu akan terus terulang kembali dan akan
menjadi kebiasaan karena tidak ada bentuk peringatan dan hukuman yang
diterimanya, namun sungguhpun demikian pemberian hukuman haruslah diiringi
dengan penanaman nilai-nilai terkait kesalahan apa yang dilakukan, mereka tidak
hanya sekerdar diberi sanksi terus dibiarkan saja, itu akan melahirkan jiwa
pemberontakan dalam diri siswa yang mendapat hukuman tersebut.
Dengan
perpaduan pengembangan ilmu pengetahuan umum dan pendidikan moral diharapkan
menjadi sebuah jawaban atas persoalan yang terjadi didunia pendidikan saat ini.
Krisis intelektual bermoral diharapkan dapat diatasi dengan pengembangan ilmu
pengetahuan umum yang dipadukan dengan pendidikan karakter. Sehingga para
pelajar dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang seluas-luasnya serta memiliki
karakter yang menjadi identitasnya sebagai bangsa Indonesia. Jika intelektul
bermoral itu telah hadir diyakini akan menggunakan ilmu pengetahuannya untuk
kebaikan bangsa dan bernegara dan membawa Indonesia ini menjadi negara yang
maju namun tetap memiliki karakter Indonesia sebagai identitas dari bangsa
Indonesia itu sendiri.