Muslimin Harist Pratama

Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Andalas Angkatan 2013,berasal dari Pesisir Selatan, Sumatera Barat.

HIMPUNAN MAHASISWA PELAJAR SUNGAI LUNDANG DESA BARU

Organisasi di Kenegarian Sungai Lundang Desa Baru

CONTACT PERSON

Berbagi ilmu, perngetahuan dan pengalaman suatu hal yang luar biasa

Jumat, 24 Oktober 2014

Panas Dingin Suhu Politik

Indonesia telah memasuki babak baru dalam mengarungi kehidupan politik, tepat pada tanggal 20 Oktober 2014 Presiden dan wakil Presiden baru Joko Widodo dan H. M. Jusuf Kalla telah dilantik menggatikan estafet perjuangan presiden dan wakil presiden sebelumnya Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono yang telah bekerja selama satu periode, khusus untuk Susilo Bambang Yudhoyono ini merupakan akhir dari sepuluh tahun atau dua periode dalam memimpin Indonesia sejak menjadi Presiden dari tahun 2004. Selama itu juga SBY menghadapi Pasang-Surut pertumbuhan baik dari aspek Ekonomi, Politik, Sosial serta Budaya.
            Sekarang Tonggak estafet perjuangan telah berpindah tangan kepada Presiden dan Wakil Presiden Baru yang akan memimpin Indonesia untuk lima tahun kedepan. Setelah melewati pertarungan yang sangat menguras perhatian masyrakat baik domestik maupun Internasional dalam mengikuti perkembangan dari kejadian-kejadian selama Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden berlangsung. Dengan naik-turunnya suhu politik membuat pemilihan presiden dan wakil presiden ini terasa melelahkan hingga hari ini pun suasana panas dingin itu pun masih terasa.
            Panas-Dinginnya Suhu politik memiliki dampak terhadap persepsi yang berkembang ditengah-tengah masyarakat setelah pertarungan Pilpres dilanjutkan dengan dinamika yang terjadi didalam Parlemen dalam beberapa hari belakangan membuat masyarakat melihat ini hanya sebatas pertarungan Kekuasaan. Beberapa Proses yang dijalani memperlihatkan bagaimana mereka tidak bisa melepaskan egoismenya dalam memperjuangkan dan memutuskan suatu permasalahan, dengan dua koalisi yang dibangun secara tidak sadar juga menciptkan suasana yang sama ditengah-tengah masyarakat dimana masyarakat memisah menjadi dua kutub yang seakan tidak bisa disatukan karena saling bela dengan menganggap Koalisi tertentu lah yang paling benar.
            Sadar akan hal itu, Joko Widodo yang waktu itu masih menjadi presiden terpilih mencoba untuk melakukan safari politiknya kebeberapa pimpinan partai yang termasuk kedalam koalisi yang bersebrangan dengan partai pendukungnya, agar dengan cara itu dapat menurunkan suhu politik yang pada saat itu pada puncaknya setelah pertarungan yang terjadi diparlemen. Sesaat setelah apa yang di lakukan Joko Widodo dan dengan sikap terbukanya pimpinan partai yang beliau datangi membuat suasana politik sedikit menurun, ditambah dengan pernyataan ketua umum partai Golkar Aburizal Bakrie yang mengatakan koalisi yang dibangun bukanlah untuk saling jegal melainkan sebagai penyeimbang dalam menjalani roda pemerintah dalam lima tahun kedepan dengan menjalani prinsip Chek and Balance antara dua lembaga ini menciptakan sedikit keyakinan didalam pikiran masyrakat bahwa kedua lembaga ini memang untuk membangun dan mendahulukan kepentingan masyarakat Indonesia.
            Namun sesaat setelah safari politik yang dilakukan presiden terpilih Joko Widodo, keluar pernyataan dari salah satu wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat sekaligus wakil ketua umum partai Gerindra yaitu Fadli Zon yang mengatakan bahwa tidak ada suasana politik yang perlu dicairkan dengan anggapan bahwa memang Gerindra dan Koalisi Merah Putih (KMP) tidak merasa ada ketegangan politik. Jika diamati pernyataan yang demikian, Fadli Zon tidak mengamati perkembangan yang terjadi ditengah masyarakat bahwa pada saat ini masyarakat telah terbelah menjadi dua kutub yang bersebrangan dan terlibat saling debat tentang persoalan politik. Dengan argumen seperti ini, Fadli zon menginginkan bahwa suasana politik yang terjadi hari ini biarkanlah seperti ini dan pada akhirnya suasana politik kembali memanas setelah sempat mendingin ketika safari politik yang dilakukan oleh Joko Widodo.
            Namun suatu sikap yang sangat dewasa terjadi kala Prabowo Subianto yang sebagai rival Joko Widodo dalam memperebutkan kursi kepresidenan hadir pada saat prosesi perlantikan Presiden dan wakil presiden baru yang berlangsung dalam gedung MPR pada tanggal 20 Oktober kemarin. Sikap seperti ini merupakan langkah baik dengan memperlihatkan kepada masyarakat bahwa jangan lagi ada perdebatan yang tidak seharusnya terjadi. Suasana semakin haru ketika Prabowo berdiri dan memberikan hormat disaat Presiden Joko Widodo menyebutkan namanya dan memberikan penghormatan, sikap yang beliau perlihatkan merupakan sikap seorang negarawan yang mana kekalahan dalam pemilihan presiden kemarin bukanlah akhir dari perjuangan membangun bangsa ini. Setelah itu langkah Prabowo untuk menemui wakil presiden Jusuf Kalla sebagai langkah penting dalam membangun komunikasi politik saat ini. Dengan sikap yang prabowo perlihatkan membuat suhu politik kembali menurun setelah sempat kembali panas akibat dari pernyataan Fadli zon tentang tidak adanya suasana yang perlu dicairkan. Ada keyakinan di tengah masyarakat bahwa akan terciptanya konsolidasi politik dari dua kubu yang selama ini saliang bertentangan yang dengan gamblang memperlihatkan egoismenya dalam memperebutkan kekuasaan.
            Saat ini asumsi kembali menerawang dengan belum umumkannya daftar menteri yang akan mengisi kabinet Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam lima tahun kedepan karena adanya daftar calon menteri yang memiliki rapor merah dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan PPATK. Asumsi pertama yang berkembang adalah langkah ini merupakan langkah yang memperlihatkan Presiden Joko Widodo lambat dalam menjalani pemerintahannya dan tidak mampu menggunakan hak prerogatif yang diberikan kepada Presiden dalam menyusun kabinetnya. Namun dilain sisi juga ada yang beranggapan bahwa langkah ini adalah langkah baik yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dalam pemerintahanya dimana tidak gegabah dalam menetapkan orang-orang untuk mengisi posisi menteri dan sebuah kementerian, agar nanti memang akan didapatkan orang yang tepat dan memiliki latar jejak yang bersih untuk menjadi seorang Menteri.
            Dibalik semua itu, Panas-Dinginnya suasana politik yang terjadi hari ini benar-benar disikapi dengan cerdas oleh masyrakat hingga nanti tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan dapat menghindari konflik-konflik ditengah masyarakat baik itu fisik maupun secara Pemikiran yang semua itu hanya karena terbawa suasana yang tercipta oleh para elite-elite politik. Kedewasaan masyarakat sangat diperlukan agar nanti tidak terlalu mudah terpancing amarah dalam mengambil kesimpulan yang sedang terjadi pada ranah politik, kehati-hatian dalam berucap dan berasumsi sangat dibutuhkan agar nantinya tidak ada suatu pihak yang tersinggung apalagi kebenarannya belum jelas dan lebih kepada egoisme-egoisme pihak-pihak tertentu.
            Para elite-elite politik harus bisa mengamati perkembangan yang terjadi ditengah masyarakat, jangan sampai ada anggapan yang mengatakan tidak terjadi apa-apa sedangkan ditataran paling bawah sedang terjadi perpecahan akibat suasana politik yang mereka ciptakan. Menempatkan egoisme dibawah perjuangan kepentingan Masyarakat adalah langkah yang perlu mereka tempuh agar masyarakat memiliki keyakinan bahwa para elite-elite politik ini memang akan memperjuangkan apa yang mereka inginkan tidak sekedar memperjuangkan kepentingan golongan dan pribadinya saja. Kerja secara Kolektif harus menjadi landasan mereka dalam membangun negara ini agar apa yang menjadi harapan dan cita-cita bangsa ini dapat terwujudkan.
            Sekarang Rezim telah berganti, suatu era baru dibawah Presiden dan Wakil Presiden baru. Sudah saatnya memikirkan bangsa dan negara dengan baik, dimana persoalan yang sedang dihadapi masyarakat masih sangat kompleks yang harus menjadi suatu perhatian utama baik lembaga Eksekutif maupun lembaga Legislatif untuk mereka carikan jalan keluarnya. Lepaskan kepentingan golongan, sekarang yang harus ada hanyalah kepentingan masyarakat yang berjuang menghadapi dinginnya hujan karena tidak memiliki tempat tinggal, sakitnya perut karena kelaparan, gelapnya malam karena tidak dialiri listrik, keringnya sawah karena tidak punya irigasi, susahnya hidup karena kemiskinan, cengkraman bodoh karena rendah dan minimnya tingkat pendidikan dan masih banyak lagi permasalahan yang seharusnya mereka carikan jalan keluarnya, bukan siapa saja yang jadi pimpinan DPR, siapa yang jadi pimpinan MPR dan juga bukan siapa yang menjalakan proyek-proyek yang tidak lebih sekedar untuk golongan tertentu. Mari bersiap, mari berbenah untuk menghadapi zaman yang akan semakin sulit untuk Indonesia yang lebih baik.

Sabtu, 04 Oktober 2014

Pemikiran Politik Thomas Aquinas


A.    Biografi Thomas Aquinas
Thomas Aquinas lahir di Naple pada tahun 1224, ketika ia hidup sedang terjadi perubahan besar, hal ini ditandai dengan disintegrasi ekonomi dan intrik politik di dalam, antar negara kota dan bangsa-bangsa yang sedang bangkit serta pengaruh Gereja yang begitu kuat. Orang tua Thomas adalah seorang bangsawan Kecil dan menyiapkan putranya sejak dini demi kehidupan religius dengan mengirimnya belajar dengan para pendeta Benedictine ketika masih berusia lima tahun. Pada usia empat belas tahun,Thomas Aquinas dikirim ke Universitas Naples untuk studi lanjutan, namun ia lebih tertarik dengan ajaran-ajaran ordo dominican. Golongan ini dikenal dengan pengajaran-pengajaran intelektual dan menyayangi terhadap orang miskin. Keberadaan Thomas di dalam kelompok ordo di luar dugaan orang tuanya, oleh karena itu Thomas Aquinasdibujuk untuk tidak memasuki kelompok tersebut,namun upaya pihak keluarganya tidak berhasil.Pada tahun 1257 sampai dengan 1259,Thomas Aquinas diperintahkan untukbelajar Teologi di Paris. Sekembalinya dari paris Thomas Aquinas langsung ke Itali kemudian memberikan kuliah di berbagi tempat selama sepuluh tahun. Selama periode ini, ia menemukan denganmanuskrip-manuskrip karya Aristotelesyang masuk ke negara tersebut melalui spanyol yang muslim. Aquinas mulai mengkaji manuskrip-manuskrip dan menulis banyak komentar. Tak seperti rekan-rekan sejamannya, Thomas Aquinas mempercayai pencocokan filosofi pagan dengan ajaran gereja. Banyak karyanyayang dapat dibaca sebagai upaya untuk memberikan sebuah sintesis pemikiran klasik dan teologis. Upaya inimenempatkan dirinya tepat di tengahserangan-serangan para ahli sekuler yang percaya bahwa Thomas berbuat keliru dalam menyajikan sumber -sumber pagandan para pemimpin gerekan yang mencurigai percampuran gagasan-gagasan pagan dengan dogma religius. Bersamasama dengan jadwal perkuliahan dan studinya yang padat, beban untuk menanggapi serangan-serangan kedua kelompok ini menguras kekuatannya. Ia sakit dan meninggal di dekat tempat kelahirnnya pada tahun 1274.Thomas Aquinas, salah seorang pemikir yang intelektualistik dan tokoh terbesar di masa skolastik yang mengikuti ajaran Aristoteles melalui kontak dengan dunia arab, membangun realisme perpaduanantara nalar dan iman, kodrat dan adikodrati, f ilsafat serta teologi. Epistemologi Aquinas adalah uraian lanjutan dari epistemologi Aristoteles yang menerima pengetahuan intelektual kebenaran dan kepastian sebagai suatu kenyataan relasional antara subjek dan obyek. Selain itu adanya keterbatasan pengetahuan manusia diterima sebagai kenyataan walaupun potensi pengetahuan tersebut memang tak terbatas (Afandi, 1997:61-62).



FILSAFAT PEMIKIRAN THOMAS AQUINAS
1.      Hukum Alam
Hukum alam merupakan dasar atau landasan bagi hukum-hukum yang sebenarnya yang tidak dapat diragukan kebenarannya. Salah seorang yang memiliki konsep teori hokum alam yang dikemukakan oleh Tohmas Aquinas, bahwa Teori hukum alam menempatkan manusia sebagai makhluk yang hidup dalam alam bebas dan setiap manusia mengalami tantangan dan kekacauan. Oleh karena itu, manusia mengadakan ikatan untuk membentuk suatu masyarakat politik yang disebut “negara” (Syarbaini, 2011:29). Hukum alam ini beroperasi pada alam semesta sebagai ciptaan Tuhan. Hal ini sejalan dengan pemikiran Thomas dalam hal sebagai berikut: "Hukum alam tidak lain merupakan partisipasi makhluk rasional dalam hukum abadi (eternal law)" yang dimaksud dengan makhluk rasional adalah manusia. Di antara semua makhluk ciptaan Tuhan- sungai-sungai, galaksi, lautan, hewan, tumbuhan, hanya manusialah yang berhak memiliki predikat makhluk rasional, sedang yang lainnya adalah makhluk irrasional. Hanya manusialah yang dianugerahi Tuhan penalaran, intelegensia, dan akal budi (reason). Makhluk lainnya hanya diberi instinct. Thomas berkeyakinan bahwa dalil -dalil hukum alam dalam manusia berkaitan dengan masalah masalah praktis (Losco, 2005 : 419). Dalam pandangan Thomas Aquinas, dengan berdasar pada hukum alam tersebut beliau berpendapat bahwa eksistensi negara bersumber dan sifat alamiah manusia. Salah satu sifat manusia adalah wataknya yang bersifat sosial dan politis. Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk politik (man is a social and political animal. Pemikiran Thomas tentang manusia yang disebutnya sebagai makhluk sosial ini juga dikemukakannya sebagai berikut: "manusia mempunyai suatu alat yang dimilikinya berdasarkan kodrat alam yang tidak dipunyai oleh makhluk makhluk lainnya. Alat itu ialah "akal" atau "fikiran" (reason, rede)" (Apandi, 1977 : 29). Penjelasan tersebut mengimplikasikan bahwa dengan akal yang dimilikinya tersebut manusia dapat berupaya untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tentu saja manusia tidak bisa bekerja sendiri. Manusia memerlukan interaksi, kerjasama dengan manusia lain untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Hal ini semakin menguatkan pemikiran Thomas yang menjelaskan bahwa instinct dan akal budi merupakan dua ciri atau karakteristik kodrati yang menjadikan manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk politik (Suhelmi, 1999 : 73). Sebagai makhluk sosial dan politik tentu saja manusia sangat tegantung kepada orang lain. Tidak mungkin manusia dapat mencapai kepuasan, harapan-harapan dalam angan angannya dalam upaya mencapai kebaikan hidup dilakukan sendiri tanpa ada bantuan dari pihak atau manusia lainnya. Kebutuhan atau ketergantungan manusia kepada manusia lainnya itu dapat terlihat dalam berbagai aktivitas dalam rangka pemenuhan hidupnya.

2.      Negara
Banyak para ahli pikir mendef inisikan hakekat tentang negara, akan tetapi belum ada satu pun yang mampu mendef inisikan secara umum hakekat tentang negara secara lengkap. Hanya saja mereka sepakat bahwa, Negara merupakan organisasi terbesar dan berfungsi mengatur perilaku manusia serta tujuan-tujuan hidup bersama. Bila orang sudah hidup bersama-sama dengan orang lain, maka mau tidak mau ia harus membatasi kebebasannya. Ia tidak bisa dapat melakukan segala perbuatan yang ia kehendaki seperti ia dapat lakukan bila ia hidup seorang diri, sebab ia harus juga mengindahkan adanya orang orang lain dan dia tidak boleh mengganggu kebebasan orang-orang lain. Dengan tidak adanya lembaga yang mengatur, sebagai dikatakan oleh Thomas Hobbes, Manusia yang satu akan merupakan serigala bagi manusia yang lain dan akan terjadi peperangan dari semua orang melawan semua orang. Pendeknya keadaan hidup manusia akan kacau balau (Apandi, 1977) Bertitik tolak dari hukum alam ini, Thomas Aquinas berpendapat bahwa eksistensi negara bersumber dari sifat alamiah manusia. Salah satu sifat alamiah manusia adalah wataknya yang bersifat social dan politis. Menurut Thomas Aquinas, negara merupakan lembaga sosial manusia yang paling tinggi dan luas yang berfungsi menjamin manusia memenuhi kebutuhan fisiknya yang melampaui kemampuan lingkungan social lebih kecil seperti desa dan kota (Abdillah, 2012:49). Lebih dari itu, untuk mengembangkan akal budi dan pikirannya, individu juga membutuhkan komunitas politik, negara. Negara dengan demikian merupakan kebutuhan kodrati manusia. Sejalan dengan pandangan di atas, Thomas Aquinas menjelaskan bahwa negara merupakan bagian integral alam semesta, memiliki sifat dan karakter dasar yang mirip dengan mekanisme kerja alam semesta pula. Negara merupakan suatu sistem tujuan yang memiliki tatanan hirarki, dimana yang berada diatas memiliki fungsi untuk memerintah, menata, membimbing dan mengatur yang berada di bawah atau lebih rendah. Alur pemikiran Thomas tentang bentuk negara dan pemerintahan lebih cenderung mengikuti konsep Socrates, Plato, dan Aristoteles, yaitu mereka menglasifikasikan tiga macam bentuk pemerintahan yang baik dan tiga bentuk pemerintahan yang buruk sedangkan Plato memberikan contoh lima macam bentuk negara. Menurut Plato, Aristrokasi adalah bentuk yang paling tepat dan sempurna bagi suat negara ideal (Rapar, 2002:62). Selanjutnya, plato mengungkapkan bahwa proses yang tak dapat diabaikan tentang dekade melalui mana bahkan aristokrasi yang sempurna yang ida usulkan harus berubah menjadi “timokrasi” tahun pemerintahan terhormat, yang harus diikuti oleh serangkaian pemerintah oleh golongan kaya dari situ oleh demokrasi dan akhirnya tirani (Dahl, 1980:79). Bentuk Negara yang paling terbaik adalah bentuk Aristokrasi (pemimpin dipegang oleh kaum cendikiawan dan yang paling buruk adalah bentuk pemerintahan Tirani (pemimpin yang dianggap memilih jasa cukup besar terhadap negara) Menurut Aristoteles, pemerintahan yang terbaik adalah Monarkhi dari yang terburuk adalah Demokrasi. Sedangkan menurut Socrates terdapat lima tipe sistem pemerintahan, yaitu aristokrasi, timokrasi, oligarki, demokrasi, dan tirani (Surbakti, 1992:25).
Dalam membahas bentuk negara Thomas Aquinas, lebih sejalan dengan Aristoteles, hal itu tampak dari dua kriteria yang dimunculkan yakni menyangkut jumlah penguasa dan tujuan tujuan yang hendak dicapai olel negara yang bersangkutan (satu orang, beberapa orang, dari banyak orang, kemudian tujuannya, untuk kepentingan penguasa atau untuk kepentingan atau kesejahteraan umum). Berdasarkan dua kriteria tersebut di atas Thomas Aquinas mengklasif ikasikan bentuk-bentuk negara (pemerintahan) menjadi empat bentuk, yaitu Monarkhi, Aristokrasi, Timokrasi , dan Demokrasi. Uraian tentang keempat bentuk Negara tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, negara yang diperintah satu orang dan bertujuan mencapai kebaikan bersama dinamakan Monarki, tetapi bila tujuannya hanya mencapai kebaikan pribadi, penguasanya bengis dan tidak adil maka negara itu dinamakan Tirani. Kedua, Negara yang diperintah beberapa orang mulia dan memilki tujuan kebaikan bersama dinamakan Aristokrasi sedang bila tidak, Negara itu dinamakan Oligarki (Dalam Oligarki penguasa negara menindas rakyat nya melalui represi ekonomi. Penguasa oligarki adalah orang-orang yang memilki harta kekayaan melimpah). Ketiga, negara yang bertujuan mencapai kebaikan bersama, dijadikan kebebasan sebagai dasar persamaan politik, kuatnya control kaum jelata terhadap penguasa dan Negara bersangkutan diperintah banyak orang dinamakan Timokrasi atau Politea. Keempat, bentuk negara yang dipimpin oleh beberapa orang disebut Demokrasi. Menurut Thomas Aquinas bentuk negara demokrasi lebih baik dibandingkan bentuk negara Tirani, sebab di dalam bentuk Demokrasi memiliki ciri terdapatnya hak kontrol dari warga masyarakat yang ada dalam pemerintahan tersebut. Negara dengan penguasa tunggal disebut bentuk Negara terbaik. Hal ini dapat dipahami karena sesuai dengan hakikat hukum slam dalam hal ini bahwa alam selalu diperintah oleh satu pengendali atau pihak. Ilustrasi yang dapat menjelaskan pernyataan tersebut misalnya, tubuh manusia yang semua anggota-anggotanya hanya digerakkan oleh satu faktor atau satu bagian tubuh, yaitu hati. Contoh lainnya juga dapat dilihat dalam dunia binatang. Analogi yang dapat dikemukakan sebagai berikut: Lebah hanya memiliki satu raja. Fenomena ini menyiratkan makna bahwa keseluruhan alam semesta (universe) diatur hanya oleh satu Tuhan pencipta, penata, pengatur segala yang ada di muka bumi ini beserta seluruh kejadiannya. Tuhan tidak memiliki saingan. Hal ini semua menurut Thomas dianggap sesuai dengan penalaran dan akal budi (reason) . Hal lain yang kiranya perlu dijelaskan di sini adalah komparasi tentang bentuk negara. Bila dalam penjelasan sebelumnya dinyatakan bahwa Monarki merupakan bentuk negara yang dianggap paling baik, maka sebaliknya Tirani adalah merupakan bentuk negara paling buruk. Demokrasi meskipun buruk masih dapatditerima (tolarable) dibandingkan dengan tirani. Alasan yang dapat dikemukakan adalah dalam negara tirani kemungkinan terjadinya penyelewengan kekuasaan (abuse of power) sangat besar atau terbuka lebar.Selanjutnya menurut Thomas meskipunpenguasaan negara oleh satu orang memilikikeutamaan atau keunggulan seperti dalam sistemkekuasaan monarki model penguasa tunggal dalamsuatu pemerintahan juga memiliki peluangatau potensi untuk menjadi penguasa tiran.Biasanya penguasa tunggal berubah menjaditiran karena tidak adanya sistem pengawasanyang berfungsi sebagai alat kontrol terhadapkekuasaannya yang berbasiskan kekuasaan secara turun temurun. Oleh karena itu, untukmenghindari munculnya penguasa tiran dalamsuatu negara menurut Thomas perludiciptakan beberapa mekanisme sebagai berikut:Pertama, seorang penguasa tunggal atau rajayang memerintah hendaknya harus diangkatberdasarkan pemilihan yang dilakukan olehpemimpin-pemimpin masyarakat. Raja harusdipilih berdasarkan kompetensi dan kualitaspribadi yang dimilikinya (elected). Kekuasaanyang dimilikinya tidak boleh diperoleh karenawarisan dari penguasa sebelumnya. Oleh karena ituThomas sangat menolak prinsip kekuasaan berdasarkan turunan (hereditypower). Dengan caradipilih atau diangkat oleh para pemimpinmasyarakat maka seorang penguasa negara aknberpotensi untuk memiliki suatu tanggungjawab terhadap pelaksanaan kekuasaan negara.Setelah diangkat, langkah selanjutnya adalahsistem pemerintahan harus diatur sedemikian rupa sehingga penguasa itu tidak lagi memiliki kesempatan untuk menjadi seorang tiran.Kedua, mekanisme lain untuk menutup kemungkinan yang memunculkan potensi lahirnya seorang tiran adalah dengan membatasikekuasaan penguasa tunggal yang bersangkutan.Ketiga, kesempatan seorang penguasa untuk menjadi seorang tiran akan sangat tertutup jika dalam sistem pemerintahan ter sebut terdapat kepemilikan kekuasaan secara bersama-sama, maksudnya adalah terjadinya share of power dalamsistem pemerintahannya.Hal lain yang perlu dijelaskan berikutnya adalah jika mekanisme yang telah dilakukan untuk menutup kemungkinan munculnya seorang yang telah dilaksanakan namun tetap muncul gejala penguasa tiran, Thomas berpendapat bahwa kalau kasus seperti itu tetap terjadi maka seluruhrakyat yang diperintah boleh mentolerir tiranitersebut. Alasan yang dapat dijelaskan adalah kalau tirani itu dilawan untuk dijatuhkan maka akan terjadi suatu malapetaka politik dalam negara tersebut yang tentu saja akibatnyaakan membuat rakyat semakin menderita Berdasarkan uraian tersebut ThomasAquinas memiliki pendapat bahwa bentuk negara atau pemerintahan yang terbaikdipimpin oleh satu orang (Monarki), hal inilebih memungkinkan terciptanya perdamaiandan kesatuan negara sehingga sifat destruktif dapat dihindari.
3.      Kekuasaan
Secara umum kekuasaan dapat diartikan sebagai kemampuan dari seseorang atau kelompok orang untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lainsedemikian rupa sehingga tingkah laku itumenjadi sesuai dengan keinginan dan tujuandari orang yang mempunyai kekuasaan ituGejala kekuasaan ini merupakan sesuatuyang lumrah dalam kehidupan bermasyarakat,dalam berbagai bentuk kehidupan bersama.Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan,dalam arti bahwa ada satu pihak yangmemerintah dan ada pihak yang diperintah satu pihak yang memberi perintah, satu pihak yang mematuhi perintah. Tidak ada persamaan martabat, selalu ada yang lebih tinggi daripada yang lain. Berhubungan erat dengan masalah kekuasaan adalah pengaruh, sehingga sering dikatakan bahwa pengaruh adalah bentuk lunak dari kekuasaan. Dalam hal ini biasanya seseorang yang mempunyai kekuasaan juga mempunyai pengaruh di dalam dan di luar bidang kekuasaannya. Tetapi tidak semua orang yang mempunyai kekuasaan yang sama, mempunyai pengaruh yang sama besarnya karena masalah pengaruh berkaitan dengan pribadi seseorang yang memegang kekuasaan. Negara merupakan integrasi dari kekuasaan, ia adalah organisasi pokok dari kekuasaan. Negara adalah alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Jean Bodin mengemukakan ada beberapa teori tentang kekuasaan, diantaranya "bahwa kekuasaan di dalam negara datangnya dari Tuhan, oleh karena itu seorang kepala Negara yang menjalankan kekuasaan di dalam negarahanya sebagai wakil Tuhan saja dan bukan menjalankan kekuasaan sendiri ataupun kekuasaan milik negara". Sejalan dengan pendapat ter sebut di atas, Thomas Aquinas merumuskan bagaimana seharusnya kekuasaan dipergunakan dan tujuantujuan, serta tugas-tugas penguasa politik ditetapkan. Karena kekuasaan berasal dari Tuhan, haruslah dipergunakan demi kebaikan bersama dan tidak dibenarkan, karena itu berarti 'pengingkaran terhadap anugerah Tuhan.
B.     Benang Merah Pemikiran Filsafat Politik Thomas Aquinas
Pemikiran-pemikiran filsafat politik Aquinas sangat memberikan pengaruh yang positif bagi perkembangan ilmu politik. Aquinas dapat dianggap telah mengembangkan sebuah pandangan poliik sebagai kekuatan positif dalam kehidupan manusia. Pemikiran pemikirannya mampu mengakomodasi hierarki tradisional dengan bangki tnya gagasan-gagasan tentang komunitas dan menyusun parameter-parameter untuk pembahasan masalah - masalah moral yang sulit dalam lingkup politik lewat kehebatan penanganannya atas hukum alam. Aquinas berkesimpulan lewat pengamatan berbagai masalah kontemporer yang ditemukannya. Pandangan-pandangannya sering kali dikutip sebagai sesuatu yang mampu memberikan wawasan dan kejelasan atas suatu masalah atau fenomena yang ditemukan dalam kehidupan masyarakat. Pandangan lain yang perlu dicermati di sini adalah konsep Aquinas yang tampaknya sangat kental dengan unsur religi. Misalnya konsep atau pandangannya tentang terdapat dua rute menuju pengetahuan, yaitu lewat akal dan lewat iman. Alam adalah suara hukum alam. Gagasan bahwa Tuhan secara bertahap menanamkan insting dan kemampuan yang seandainya diikuti secara tepat, akan membawa pada tindakan benar. Akan tetapi akal itu sendiri memiliki kelemahan. Sekalipun dapat menyediakan pengetahuan tentang dunia ini, ia hanya sedikit mengungkapkan masa depan. Dalam hal inilah tugas pokok iman, dan kitab sucilah yang menjadi pedoman atau pemandunya. Salah satu kebenaran yang diajarkan hokum alam (juga dengan hukum ilahi) adalah sosialitas manusia. Keluarga dan menurut Aquinas adalah hal yang alami. Setiap individu tidak akan dapat memenuhi kebutuhan dan memperoleh kesejahteraannya sendiri. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa Negara merupakan bagian terlengkap dari sosialitas. Meskipun pencapaian kesepakatan di antara  banyak individu merupakan suatu hal yang sulitakan tetapi meneguhkan atau membentuk kesatuan dan menciptakan kedamaian adalah merupakan tanggung jawab utama penguasa. Hal ini juga merupakan kondisi-kondisi awal yang dibutuhkan seandainya masyarakat (yang dibimbing oleh gereja) ingin menempuh usaha terpenting yaitu memperoleh keselamatan jiwa dalam kehidupannya.

Download lengkap Versi Aslinya Format PDF : KLIK DISINI !





JANGAN “GADAIKAN KAMI” DEMI EGOISME POLITIK



Muslimin
(Mahasiswa Ilmu Politik UNAND / Anggota HMI Cabang Padang


                  Tahun 2014 merupakan tahun yang sangat penting bagi Indonesia jika di pandang dari perspektif politik, karena pada tahun ini dilakukan sebuah syarat bagi sebuah Negara yang sistem pemerintahannya berlandaskan demokrasi. Dua kali pesta rakyat demokrasi dalam limit waktu tiga bulan saja, pemilihan Legislatif pada 9 april dan pemilihan presiden pada 9 juli 2014. Sebuah proses legistimasi kekuasaan dari periode sebelumnya hingga periode yang akan datang.

SENAYAN ARENA “TARUNG” WAKIL RAKYAT

Sumber : jateng.tribunnews.com

MUSLIMIN

(ANGGOTA HIMPUNAN MAHASIWA ISLAM (HMI) CABANG PADANG)




Belum sampai satu hari anggota dewan perwakilan rakyat (DPR) selesai dilantik, mereka sudah seperti sepuluh ekor kucing berebut satu makanan, mengaung dan mamaki-maki saingannya, mereka yang berada di parlemen sudah menyuguhkan tontonan yang menarik dalam melaksanakan perhelatan musyawarah yang kurang memiliki etika. Kericuhan terjadi di Rapat Paripurna saat akan memilih ketua DPR periode 2014-2019 pada rabu malam. Padahal ratusan anggota DPR 'baru' itu belum genap dilantik 24 jam.
            Berbagai kelakuan yang tidak seharusnya dilakukan pun saat itu terjadi, ada yang datang kemeja pimpinan lalu memijit-mijit pimpinan sidang Popong Otje Djundjunan, datang kepodiom  untuk menanyakan microfon  yang mati dengan cara yang tidak baik kemeja pimpinan, dan ada lagi kejadian palu sidang yang hilang. Kelakuan-kelakuan aneh seperti ini disaat rakyat diseluruh Indonesia yang sudah mulai bosan dengan sikap-sikap partai politik yang sibuk dengan memperebutkan kekuasaan dan sekarang ditambah dengan kegaduhan saat sidang paripurna pertama yang sesungguhnya usia dari anggota periode 2014-2019 belum sampai 24 jam.
            Dengan terjadinya hal seperti ini akhirnya membuat rakyat itu sendiri semakin alergi dengan yang namanya politik, bagaimana mampu menjadi panutan bagi rakyat ketika kelakuannya sendiri tidak patut untuk dicontoh. Seakan tidak mengetahui bagaimana prosedurnya sebuah sidang, dengan santainya datang kemeja sidang dan mengerasi pimpinan sidang, apakah seperti itu sidang yang harus dilakukan.
            Asumsi yang akan berkembang ditengah-tengah masyarakat adalah anggapan mereka tentang kejadian hari ini, jangankan untuk periode selama lima tahun kedepan, belum sampai 24 jam saja mereka sudah melakukan keributan seperti disebuah arena perkelahian, sudah memperlihatkan sikap-sikap yang tidak baik kepada masyarakat yang menyaksikan jalannya sidang dari seluruh penjuru negeri melalui layar televisi.
            Sangat mengiris hati rasanya ketika orang yang kami percayai sebagai wakil kami yang akan memperjuangkan nasib kami setidaknya untuk satu periode lima tahun kedepan yang larut kedalam suasana yang sesungguhnya sama sekali tidak diharapkan oleh rakyat yang mereka wakili. Belum lagi beberapa waktu belakangan ini bagai mana anggota DPR periode sebelumnya (2009-2014) yang sangat memperlihatkan egoisme politiknya dalam mempertahankan kepentingan partainya dan itu semua akan membuat rakyat seakan tidak mau tahu lagi dengan keadaan Negara ini yang menjadi ladang perebutan kekuasaan bagi elite-elite partai politik.
            Jika mereka hadir diruang sidang itu mempertahan kepentingan pribadi, partai dan golongannya dapat dibayangkan berapa banyak lagi anggota DPR yang menjadikan gedung parlemen itu sebagai arena perkelahian, belum lagi UU Pilkada yang telah di sahkan oleh anggota DPR periode sebelumnya, yang jelas akan menambah jadwal wakil rakyat itu untuk melakukan sidang paripurna khusus untuk tingkat Kabupaten/Kota. Apalagi untuk persoalan siapa kepala daerah, jika orientasi dari anggota DPR/DPRD ini tidak lagi rakyat yang diwakilinya maka mereka akan menganggap posisi kepala daerah itu sebagai posisi yang strategis untuk menjalankan kepentingan golongannya. Jika itu yang jadi acuan mereka, dapat dipastikan akan hadir lagi suguhan tontonan-tontonan yang “menarik” digedung parlemen. Karena suatu Partai/golongan tertentu menganggap pimpinan kepala daerah itu harus dari golongan mereka dan partai/golongan sebelah juga seperti itu bahwa pimpinan daerah itu harus dari mereka dan jelas akan terjadi lagi pertarungaa-pertarungan yang asyik untuk ditonton itu.
            Hari ini, esok dan lusa apakah anggota DPR itu akan menyuguhnya tontonan yang seperti ini terus dalam mengambil sebuah keputusan. Jika memang seperti ini terus, dan rasanya akan lebih baik jika parlemen itu dibubarkan saja, dari pada seperti ini terus akhirnya menanamkan nilai-nilai yang tidak baik ditengah-tengah masyarakat, bahwasannya ketika dalam mengambil sebuah keputusan kita itu harus ribut, ketika sidang berlangsung anggota sidang boleh datang kemeja pimpinan dengan seenak hati nya saja, dan disaat dalam sidang yang maha benar dengan segala firmannya itu adalah kita, kita harus menyangkal, menyalahkan dan menganggap pendapat orang itu diluar konteks, pendapat orang itu tidak benar dan kita harus memaksakan kehendak kita, bagaimanapun juga hasil dari sebuah persidangan itu merupakan keinginan kita.
            Jika hal itu yang masih dipegang oleh anggota Dewan kita yang terhormat maka sampai kapanpun Negara ini tidak akan pernah bersatu dalam harmonisasi yang nyaman dalam bernegara. Karena pada dasarnya yang ada dalam gedung Parlemen itu merupakan representasi dari seluruh rakyat Indonesia dan egoisme merupakan subuah sifat yang akan menjadi jurang pemisah diantara kita sebagai warga Negara maupun sebagai wakil rakyat diparlemen.
            Harusnya wakil-wakil rakyat itu menahan egoisme-egoisme yang akan menambah citra-citra tidak sedap dimata masyarakat, bagaimana dalam mengambil sebuah keputusan-keputusan disebuah persidangan anggota DPR itu mampu menjadi sebuah contoh bagi masyarakat, karena dalam hidup bermasyarakatpun semua warga Negara akan dihadapkan dalam situasi yang sama untuk mengambil sebuah keputusan dan sudah selayaknya masyarakat mengambil contoh kepada sidang yang berlangsung didalam parlemen karena dalam Negara ini sidang yang dilakukan anggota DPR itu merupakan musyawarah terbesar dalam bangsa ini yang menjadi representasi masyarakat Indonesia yang heterogen ini dan atas dasar itu harusnya Anggota DPR itu memberikan contoh yang baik dalam pengambilan keputusan.
            Sudah seharusnya juga mereka hadir digedung parlemen itu semata-mata untuk kepentingan rakyat, tidak hanya sekedar “mengatas-namakan” rakyat saja. Hadirnya meraka disana harus mereka artikan sendiri bahwa mereka disini untuk rakyat bukan untuk pribadinya dan juga bukan untuk partainya tapi hanya untuk rakyat yang sajatinya orang-orang yang mereka wakili.